Seorang pemuda kira kira 25 tahunan duduk di hadapan PC nya. setiap hari dia tidak pernah lepas dari Facebook-nya, tapi baru hari ini dia mengecek inboxnya.
Terlihatlah sesuatu yang selama ini tidak dia pedulikan sama sekali Bagian ‘OTHER’ di inboxnya. Ada dua pesan.
Pesan pertama, spam. Pesan kedua, dia membukanya. Ternyata pesan 3 bulan yang lalu. Dia baca isinya:
“Assalamualaikum. Ini kali pertama Ayah mencoba menggunakan facebook. Ayah tidak tau banyak tentang Facebook, tapi ayah ingin menambah kamu sebagai teman tapi tidak bisa.
Ayah coba kirim pesan ini kepada kamu. Maaf, Ayah tidak terlalu lancar mengetik. Ini baru beberapa hari teman ayah yang mengajarkan.
Ingatkah saat pertama kali kamu punya handphone? Saat itu kamu kelas 4 Sekolah Dasar. Ayah kasihan semua anak-anak sekarang punya Handphone. Maka ayah hadiahkan satu untuk kamu Ayah berharap dengan itu kamu akan telpon ayah kalau kamu mau cerita tentang masalah asrama, sekolah atau apa-apa saja. Ayah siap untuk mendengarkan Tapi, Ayah tidak tahu mengapa kamu hanya menelfonn ayah seminggu sekali. Tanya tentang uang makan dan jajan.
Ayah berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu tapi kamu nelpon ayah tidak sampai 5 menit. Sudah habiskah pulsanya? Padahal, saat kamu kecil dulu, Ayah masih ingat pertama sekali kamu bisa ngomong. Kamu asyik panggil, ‘Ayah, Ayah, Ayah’. bahagia dan bangga sekali Ayah karena anak lelaki ayah panggil Ayah. Panggil Ibu.
Mungkin kamu tidak ingat semua ini tapi percayalah ayah senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu tidak ingat dan tidak paham apa yang Ayah dan Ibu ucapkan di umur kamu 4 atau 5 tahun. Saat itu ayah dan ibu bicara banyak sekali dengan kamu.
Kamulah penghibur kami di saat kami berduka. Walaupun hanya dengan gelak tawamu. Saat kamu masuk Sekolah Dasar. Ayah ingat kamu selalu bercerita dengan Ayah setiap pergi dan pulang sekolah. Banyak yang kamu ceritakan pada ayah Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman.
Ayah jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan. Ayah mana yang tidak gembira kalau anaknya suka ke sekolah untuk belajar.
Ketika kamu masuk SMP, kamu mulai punya kawan-kawan baru. Kamu pulang dari sekolah, kamu langsung masuk kamar. Kamu keluar pas waktu makan saja. Kamu keluar rumah dengan kawan-kawanmu. Kamu mulai jarang bercerita dengan abah.
Kamu pandai. Akhirnya masuk asrama di SMA Favorit. Di asrama, jarak antara kita makin jauh. Kamu mencari kami saat perlu. Kamu biarkan kami saat tidak perlu. Ayah tahu, naluri remaja. Ayah pun pernah muda. Akhirnya, Ayah tahu kalau ternyata kamu menyukai seorang gadis.
Ketika masuk kuliah, sikap kamu sama saja dengan ketika di SMA. Jarang hubungi kami. Sewaktu pulang liburan, kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.
Ayah bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan istimewa itu lebih penting dari ayah Dan Ibu? Adakah Ayah dan Ibu cuma diperlukan saat kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja? Akhirnya, kamu jarang berbicara dengan Ayah lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari. BBMan, Whatsappan dan sejenis pesan singkat lainnya Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, kamu tidak pulang liburan lagi.
Malam ini, Ayah sebenarnya rindu sekali pada kamu. Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma ayah sudah terlalu tua.
Kekuatan ayah tidak sekuat dulu lagi. Ayah tidak minta banyak… Kadang-kadang, Ayah cuma mau kamu berada di sisi ayah. Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu. Menangis pada Ayah. Mengadu pada ayah. Bercerita pada ayah seperti saat kamu kecil dulu.
Apapun. Maafkan ayah atas curhat ini. Jagalah solat. Jagalah hati. Jagalah Iman. Mungkin kamu tidak punya waktu berbicara dengan ayah. Namun, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Allah. Jangan letakkan cinta di hati pada seseorang melebihi cinta kepada Allah. Mungkin kamu mengabaikan ayah. Namun jangan kamu mengabaikan Allah. karena Allah selalu ada dan mengawasi kita...
Terakhir... maafkan Ayah atas segalanya..
Si Anak meneteskan air mata. Dalam hati perih tidak terkira. Bagaimana tidak, tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya. Di saat tidak mungkin lagi mampu memeluk tubuh tua ayahnya.
Sahabat...
Di zaman yang semuanya begitu dekat dengan teknologi. Facebook, whatsapp, twitter, dan jejaring sosial lainnya terkadang membuat seseorang anak lupa akan orang-orang di sekelingnya.
Mereka yang dari dulu setia dan ingin melihat keberhasilannya. Di sisi lain, si anak lupa dengan masa-masa indah bersama keluarga.
Berikut sebuah kisah renungan inspiratif tentang kehidupan keluarga yang insya Allah bisa mengajarkan kita nilai nilai ketulusan dan menyadarkan diri kembali untuk lebih dekat dengan keluarga.
Khususnya ayah kita, yang kadang kita sering sekali melupakannya melupakan perjuangannya mendidik dan mengayomi kita saat masih balita hingga dewasa.
Hargai orang tua kita selama dia masih hidup kadang kala kita terlalu sibuk dengan kerja. hingga kita lupa akan dia yang membesarkan kita.. memberi pendidikan untuk kita bekerja.. mengajar kita berjalan untuk bekerja..
Jangan sampai anak kita nanti melupakan kita seperti kita melupakan kedua orangtua kita. Jika saat ini kamu merasa ada batas antara kamu dan orang tua cobalah berfikir secara jernih dan terbuka mendekatlah kepada mereka apapun yang terjadi jika dalam suatu waktu kamu merasa jengkel dengan orang tua, cobalah lihat anak bayi yang disayang, diasuh dengan penuh cinta ketika menangis ibu datang untuk menenangkannya ketika si bayi berbicara tidak jelas seorang ibu tetap senang dan gembira Malah terkadang dia ikut berbicara tertawa, penuh suka cita..
Begitulah gambaran kita semua ketika dahulu, dahulu jauh sebelum kamu membaca tulisan ini dahulu ketika kita belum mengetahui siapa kita ini, mari kita doakan dan sayangi mereka sebelum mereka.... ?
Wassalaam 😑