Sebelumnya, kita pernah menerbitkan sebuah artikel yang berkisah tentang demam-demam yang pernah melanda Jakarta dan Sekitarnya. Artikel tersebut mengisahkan tentang barang-barang yang pernah populer di tahun 90-an. Dengan semangat yang sama, kami kembali menerbitkan seri artikel “Demam yang Melanda Jakarta dan Sekitarnya”, namun kali ini yang dibahas adalah demam-demam yang masih populer hingga saat ini.
1. Rubik’s Cube (sekitar 2008)
Rubik’s Cube sebenernya udah ada sejak tahun 1974. Dulu udah pernah masuk ke Indonesia, tapi kemudian seperti hilang ditelan waktu. Sebenernya gak ilang juga sih, kalo dicari ke toko-toko mainan di glodok gitu pasti masih ada, cuman udah susah aja. Nah, tiba-tiba di sekitar tahun 2008, Rubik’s Cube populer lagi! Tiba-tiba semua toko mainan major (kayak Multi Toys, Toys City) jualan Rubik’s Cube lagi. Modelnya juga jadi macem-macem, gak cuma yang 3x3x3. Variasinya antara lain adalah cube versi 4x4x4, 5x5x5, dan yang bentuknya aneh-aneh. Rata-rata sih yang beli gak bisa nyelesaiin Rubik’s Cube itu dan akhirnya tuh Rubik’s cuma jadi sampah di pojokan rumah yang dilupakan.
2. Blackberry (2007 – ?)
Mungkin sebenarnya Blackberry gak bisa dikategorikan sebagai demam yang ‘pernah’ melanda Jakarta, karena pada kenyataannya sampai sekarang yang pake Blackberry masih banyak banget dan kayaknya makin banyak aja makin hari. Ini sungguh pencapaian luar biasa untuk handphone yang satu-satunya kelebihannya adalah BlackBerry Messenger. Sepertinya masih banyak pengguna BB di luar sana yang bahkan gak tau kalo di BB itu bisa download aplikasi lain. Sekarang ini, sepertinya mustahil untuk masuk ke satu ruangan yang gak ada pengguna BB-nya. Coba silakan dibuktikan sendiri.
3. Lomo (2007 – ?)
Sebenernya sih pengguna lomo sejati akan tetap selalu ada, seperti halnya orang-orang yang tetap memilih untuk menggunakan kamera film ketimbang beralih ke digital. Namun, ada sebuah masa dimana tiba-tiba semua orang berlomba-lomba untuk beli lomo! Kenapa? Karena lomo bisa menghasilkan gambar yang ‘retro’ dan ‘unik’. Tapi alasan yang paling tepat sebenarnya adalah karena orang-orang yang sebenernya gak bisa foto bisa mengklaim foto mereka ‘lucu’ akibat efek warna yang dibuat oleh lomo. Jenis kamera Lomo yang paling populer adalah Holga dan Diana. Lomo sendiri bukanlah sebuah kamera yang gampang digunakan sebenernya, karena batasannya banyak banget. Tidak sedikit kisah orang-orang yang membuang beberapa roll film tanpa menghasilkan satu fotopun yang layak cetak.
Ini mungkin yang membuat banyak orang kecewa (gak bisa menghasilkan foto ‘lucu’) dan akhirnya memutuskan untuk beralih ke…
4. DSLR (2008 – ?)
Dulu, fotografi adalah mainan orang-orang yang bener-bener serius mendalami fotografi. Masalahnya, harga kamera dulu memang mahal banget. Tapi belakangan ini, kamera DSLR (baca: kamera serius) makin terjangkau. Canon mengeluarkan seri 1000D yang harganya cuma sekitar 4 jutaan, udah dapet lensa kit. Kurang lebih sejak saat itulah terjadi sebuah pembelian kamera DSLR secara massal. Tiba-tiba banyak orang yang bawa kamera DSLR jalan-jalan dengan atau tanpa case yang proper. Kebanyakan sih kameranya dikalungin aja di leher atau diselempangin kayak postman bag gitu. Jadi kayak pengen bilang, “gue maen foto loh”.
Pencitraan memang sungguh penting. Kebanyakan sih lensanya masih lensa kit alias 18-55mm gitu. Gak pentinglah, karena tujuan kamera DSLR di sini bukanlah untuk foto (yah foto deh kadang-kadang. Foto temen-temen aja) melainkan lebih untuk sebuah fashion accessory.
5. Sepeda Fixed Gear/Fixie (2010)
Yang satu ini juga masih populer sampai saat ini, mengingat umurnya yang masih baru. Jadi pada dasarnya sepeda fixed gear itu adalah sebuah sepeda yang gak ada freewheel-nya. Jadi pedalnya bakal ikut muter terus selama rodanya muter. Aslinya merupakan sepeda yang digunakan untuk balapan di velodrome, tapi soal jenisnya sih bisa macem-macem. Sepeda fixed gear populer dengan dalih bahwa bersepeda itu bikin sehat. Ya emang bener sih, tapi sebenernya sepeda biasa juga bisa bikin sehat. Kenyataanya, sepeda fixed gear ini bisa populer karena bentuknya yang sangat minimalis dan warnanya (lagi-lagi) bisa dilucu-lucuin. Lagi-lagi, pencitraan memang sungguh penting. Kumpulan pengguna sepeda Fixed Gear ini sangat mudah dikenali, pada umumnya mereka akan bersepeda bersamaan dalam sebuah grup kecil (sekitar 5-8 orang) dan semuanya menggunakan sepeda-sepeda warna-warni. Oh, kita udah bilang kalo sepeda ini banyak yang gak ada rem-nya? Itu bagian dari pencitraan lho.
6. Tanda bintang (*) Sebagai Tanda Aksi
Sejak era twitter, emoticons sepertinya sudah tidak cukup lagi untuk menggambarkan perasaan seseorang. Maka sejak era itulah muncul gerakan menggunakan tanda bintang (*) untuk menggambarkan perasaan atau tindakan yang sedang seseorang lakukan. Contoh: @mukarata: Baru liat cewe hot abis *ereksi
7. 7 Eleven
Di luar negeri, 7/11 sebenernya cuma kayak mini market biasa gitu. Tapi ketika mereka masuk di Jakarta sekitar tahun 2009, tiba-tiba 7/11 menjadi sebuah hal yang sangat booming dan tiba-tiba 7/11 menjadi salah satu pusat tongkrongan nomer satu di Jakarta. Sepengamatan MBDC, kayaknya dimanapun 7/11 dibuka, selalu rame. 7/11 inilah yang pada akhirnya bertanggung jawab dengan kelahiran generasi Chitato-Saus Keju-Slurpee.
8. Pengalihan isu
Pengalihan isu juga sebenernya sudah ada sejak jaman dulu. Tapi belakangan ini, pengalihan isu menjadi sebuah isu yang semakin populer. Mungkin hal ini berkaitan dengan tindakan pemerintah yang mainnya semakin tidak cantik yang membuat masyarakat jadi marah-marah dan dengan demikian membuat mereka harus melakukan sebuah pengalihan isu. Contoh hal yang (kayaknya sih) pengalihan isu: Bom Buku.
9. Pencitraan
Awalnya, pencitraan adalah mainan para pejabat pemerintah. Tapi seiring berjalannya waktu, pencitraan sudah masuk ke kehidupan masyarakat jelata. Demam ini mulai melanda Jakarta (dan mungkin gak cuma Jakarta aja sih) ketika social media seperti Facebook dan Twitter sedang sangat populer. Orang-orang mulai suka mempublish status atau foto yang menggambarkan kejadian yang sedang mereka alami, tapi dengan versi yang sedikit berlebihan dibanding dengan aslinya. Misalkan, si A lagi ada di konser sebuah band trus dia nge-tweet: “Lagi di konsernya Band “ANU” nih. Gokil keren abisss!!” Padahal sebenernya dia biasa aja sama band itu dan selama di konser itu dia sibuk twitteran mulu. Kenapa si A melakukan itu? Untuk pencitraan dong. Supaya orang-orang tau dia lagi ada di konser yang happening abis.
0 komentar:
Post a Comment